Untuk Baca part #2 silahkan klik disini
Kami masih meneruskan pencarian
kunci itu, panik sih. Tapi TENANG nya lebih dominan. Seolah-olah kaya di film
film gitu, seolah-olah tahu kalau akhirnya bakal Happy Ending. Padahal belum
ada tanda-tanda kalau kuncinya bakal ketemu. Hahaha.
Tapi, kami YAKIN sama Allah,
bahwa “Allah bakal mentakdirkan kami menemukan kunci itu”. Itu modal pertama
mungkin, YAKIN. Dikasih deh ketenangan meskipun dalam keadaan yang wajarnya
memang panik. Hingga dengan keyakinan ini, kamipun masih bisa tersenyum dan
bercanda.
Setelah sampai di gubuk tempat
kami beranjak naik dari sungai, kamipun memulai diskusi,
“tar dulu sep, emng itu bener
kuncinya ditaro di kantong?” aku mulai
dengan pertanyaan.
“iya ham, seinget ana kuncinya di
taro di belakang, di celana panjang. Terus.. eh tadi ana buka celana panjang
ana ya?” asep mulai teringat kejadiannya.
“iya bener sep, tadi nte buka
celana panjang nte. Di sana kan nte bukanya?” jawabku sambil menunjuk ke
sebrang sungai sana.
“wah iya ham, kayanya jatuh di
sono deh.” Asep mulai menduga
“wah bisa jadi sep.” Jawabku
menguatkan.
Air sungai yang awalnya kecil dan
jernih, sekarang sudah deras dan berwarna coklat kotor. Batu batu yang
sebelumnya terlihat juga sudah banyak yang tak bisa terlihat lagi. Airnya
benar-benar sudah deras.
“terus gimana nih sep? Kita ke sono?
Air nya deres banget lagi” tanyaku dengan cemas
“iya ham, ya udah biar ana aja, nte gak bakal
kuat” jia elah. Hahaha. udah kaya dilan aja kata katanya. Gak segitunya juga
sih kata-kata si Asep. Hehehehe. Tapi kurang lebih gitu lah maksudnya.
“engga sep, ana temenin lah.
Temen macem apa ana kalau gak mau bareng-bareng..” jawabku tegas.
“ya udah ham, kita nyari kayu
dulu dah, biar kita bisa saling pegang ujungnya.” Asep mengeluarkan idenya.
“oke” jawabku setuju.
Nemu dah kayunya, kita buka
sendal, takut licin. Jalan dah kita melintasi air sungai yang cukup deras ini.
Airnya benar-benar deras,
beberapa kali kakiku tersapu oleh air itu dan hampir jatuh. ketinggian airnya
juga rata sampai paha. Meskipun ada beberapa tempat yang yang masih sebetis.
Tapi tetap saja alirannya deras, kencang. Hingga berkali kali kami ingin jatuh
dan terbawa arus.
Aku berdo’a dalam hati,
Hingga akhirnya, dengan keadaan
celana basah, Alhamdulillah kami sampai juga di tepi sungai tempat kami pertama
turun.
Kami mulai lagi pencarian, kami
raba raba rumput disana, di tarik satu persatu rumputnya, dibuka bukain yang
tertutup, hingga tanahnya kelihatan. Lumayan lama kami mencari. Dan
berharap bahwa kunci itu bakal ketemu di
tempat ini. Dan.... setelah lama mencari... hasilnya nihil. Kunci tak
ditemukan.
Tapi kami masih tetap HUSNUDZAN
bahwa kunci itu akan ditemukan. Mengingat bolehnya bertawasul dengan amal baik,
akupun berdo’a,
“Ya Allah, tadi pagi kami udah bagiin
sarapan gratis, berbagi kebahagiaan kepada yang lainnya. Gak mungkin dong kalau
Engkau membalasnya dengan kesedihan. Tolong Ya Allah, temuin kuncinya..”
Selalu ada harapan bagi yang berdo’a
Dan memang begitulah nyatanya,
harapanku masih tetap ada, aku masih tetap Husnudzan sama Allah, kalau Allah
bakal mempertemukan kunci itu dengan kami.
Setelah menyerah dan lelah
mencari di tempat ini, Asep pun kembali berpikir,
“ham, ana mau nyari dulu di
sungai ya.” Ungkap Asep.
“owalah, yang bener aja sep? Liat
noh airnya deres.” Jawabku cemas
“iya gapapa, nte tungguin disini,
biar ana aja..” jia elah, kembali lagi dilan nya. Hahaha.
“engga gitu lah sep, tetep ana
bantuin..” jawabku tegas.
Kami berdua pun turun lagi ke sungai itu,
menyusuri tempat yang kami lewati pertama kali. Dan mulai memasukkan tangan ke
air itu. Meraba-raba mencari kunci di air. Kalau menurut logika, ya pastinya
tuh kunci kebawa arus lah. Secara, airnya deres.
Hati bener-bener gak karuan. Lah
dengan keadaan abis hujan, air sungainya deres, hingga beberapa kali kami ingin
terbawa arus, orangpun tak ada yang berlalu lalang, keadaan cuacanya juga cukup
gelap, eh kami malah turun ke sungai coba, nyari kunci. Mana ini masih alam
liar. Bisa jadi masih ada ular ataupun buaya.
Yang paling aku takutkan itu
kalau tiba-tiba ada air bah. Astaghfirullah. Tiba-tiba gitu air besar datang
menyapu. Dan memang itu sering terjadi di sungai sungai. Tiba-tiba air besar
datang menyapu. Kalau memang terjadi seperti itu, ya mungkin gak akan ada
tulisan ini. Karena penulisnya kebawa arus sungai. Astaghfirullah. Pasrah aja
tuh sama Allah dah.
Aku kencangkan do’a itu. Asep pun
mendengar dan sejenak melihatku. Kami terus melanjutkan pencarian. Akupun
bilang sama dia,
“sep, ini Cuma usaha kita,
ikhtiar kita, ikhtiar itu engga nentuin hasil. Tau kan gimana Siti Hajar
mencari sumber air? Ya begitulah, tugas kita Cuma ikhtiar, Allah yang ngasih
hasilnya. Yakin aja..”
“Iya ham” jawab Asep dengan menghela nafas dan
mengangguk
Sebenernya udah bener-bener gak
mungkin buat nemuin kunci kecil disungai sebesar ini, mana airnya deras. Kami
aja hampir kebawa arus, apalagi kunci kecil kaya gitu, udah kemana tau kali.
Ya pokoknya gak mungkin lah, gak
ada kemungkinan sedikitpun buat nemuin kunci di sungai besar yang airnya deras
ini. Tapi, ya inilah ikhtiar yang bisa kami lakukan. Berusaha dulu meskipun gak
ada kemungkinan buat nemuin. Setidaknya udah ikhtiar.
Setelah lama mencari, Dengan pakaian basah kuyup yang dikenakannya,
Asep pun berkata,
“ham, kayanya harus shalat Ashar
dulu deh.” Ungkap Asep.
“iya sep bener. Kita harus shalat
Ashar dulu” jawabku setuju.
“tapi pakaian ana basah kuyup
gini, emng gapapa?” tanyanya ragu
“darurat sep, gimana lagi, lah
kita gak bawa pakean yang lain lagi. Daripada keburu abis waktunya” Jawabku
“oh ya udah deh, dimana nih kita
mau shalat?” tanya asep
“nah, disana tuh ada gubuk sep,
yang tadi itu lho. Kita shalat di sono aja dah.. yuk..” jawabku yakin.
Ya udah kami segera mengambil air
wudhu dengan air sungai itu. Yang mana ketika itu airnya coklat, sepertinya
sudah tercampur dengan tanah. Tapi air sungai kan termasuk yang boleh digunakan
untuk bersuci, ya udah wudhu di situ deh. Meskipun airnya kotor kotor gitu, dan
yang paling kerasa itu pas ngebasuh muka, beuh. Air coklat gitu dibasuhin ke
muka. Ya tapi mau nyari air kemana lagi.
Selesai wudhu, ke gubuk deh. Ada bale (kursi panjang) yang tersedia
disana, bisa lah dipake untuk imam dan ma’mum.
“ham, shalatnya sendiri sendiri
aja ya, gak muat noh.” Ungkap Asep
“engga engga, harus jama’ah
pokoknya, muat kok..” jawabku menolak
“eh terus ini kiblatnya kemana?”
tanya asep bingung.
wah, qadarullah ada
bapak-bapak yang lagi menggembalakan
kambing lewat,
“biar ana tanya aja sama bapak
itu” terangku.
“pak maaf, mau tanya, ini
kiblatnya kemana ya?” tanyaku berusaha sopan
“mau shalat?” tanya bapak itu
“iya pak” jawabku
“kiblatnya miring kesana tuh”
bapak itu menjawab sambil menunjuk ke arah serong kiri.
“oh oke pak, makasih” jawabku
ramah
“iya sama sama”
Ya udah tuh kursinya dimiringin
dulu, si Asep komat tuh, eh abis itu ngomong,
“ham, shalatnya jangan lama lama
ya..” pintanya..
“eh eh eh. Justru harus lama sep.
Lagi keadaan kaya gini juga” jawabku
“hehehe. Shalatnya jangan lama
lama, dzikirnya aja yang lama..” Asep masih ngeyel
“et dah, udah gimana imam aja,
ma’mum tinggal ikut.” Jawabku tegas
“eh oke deh. hehe” Jawabnya
pasrah.
Shalat dah tuh. Abis shalat, dzikiran dulu,
meskipun gak lama. Do’a deh.
“Ya Allah, kami udah ikhtiar, karena kami yakin
kalau engkau sang Maha Pengabul Do’a, maka sekarang kami juga berdo’a agar
Engkau mempertemukan kunci itu dengan kami, agar kami bisa pulang. Kami kan
tadi pagi udah berbagi kebahagiaan, gak mungkin kan kalau Engkau membalasnya
dengan ini. Kami pasrah Ya Allah, apapun hasilnya, pasti itu yang terbaik, yang
penting kami udah ikhtiar, udh do’a.”
Untuk Part #4 silahkan klik disini
Untuk Part #4 silahkan klik disini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar